System Zonasi SLTA di Bukittinggi Disorot Tokoh Adat, Daya Tampung Jadi Perhatian
Bukittinggi, GMU News.
Pelaksanaan Seleksi Penerimaan Peserta Murid Baru (SPMB) tingkat SLTA di Kota Bukittinggi dengan sistem zonasi kembali menuai perhatian dari para tokoh adat. M. Taufik Dt. Nan Laweh, seorang niniak mamak dari parik paga nagari, secara langsung mendatangi Kantor Cabang Dinas (Capdin) Pendidikan Wilayah Bukittinggi di Jalan Ahmad Karim untuk menyuarakan aspirasi masyarakat terkait kendala yang dihadapi anak kemenakan mereka dalam mengakses pendidikan negeri.(Rabu 9/7/2025)
Dt. Nan Laweh mengungkapkan bahwa hingga saat ini, masih banyak anak kemenakan yang belum berhasil diterima di sekolah negeri, meskipun secara domisili mereka berada dalam wilayah zonasi sekolah yang dituju. Kondisi ini memicu kekhawatiran serius di kalangan masyarakat adat mengenai kesempatan pendidikan bagi generasi muda.
Menyikapi permasalahan ini, pihak niniak mamak mendesak agar dilakukan pengecekan silang (cross-check) terhadap jumlah peserta didik yang lulus dari SLTP di Kota Bukittinggi tahun ini. Data tersebut, menurut Dt. Nan Laweh, perlu dibandingkan dengan daya tampung tingkat SLTA yang hanya berjumlah 1.749 orang sesuai aturan yang berlaku.
“Kami ingin data yang benar-benar akurat. Berapa jumlah siswa yang tamat di kota ini, dan apakah daya tampung SLTA yang tersedia benar-benar sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat,” jelas Dt. Nan Laweh, menekankan pentingnya transparansi data.
Dari hasil pertemuan dengan Dinas Pendidikan, diperoleh informasi bahwa akan ada dua tahapan koreksi lagi sebelum proses seleksi final menggunakan data resmi dari Dapodik (Data Pokok Pendidikan). Koreksi ini mencakup pengecekan kemungkinan adanya siswa yang mundur, pindah domisili, atau tidak melanjutkan pendidikan.
“Kami akan terus mengawal proses ini sampai akhir seleksi. Kami juga akan intens berkoordinasi dengan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi agar seluruh anak nagari bisa tertampung di sekolah negeri,” tegasnya, menunjukkan komitmen kuat dari pihak adat.
Perjuangan ini, kata Dt. Nan Laweh, merupakan bentuk tanggung jawab moral niniak mamak terhadap masa depan anak-anak nagari. Ia berharap pemerintah dapat menunjukkan fleksibilitas dalam melihat kondisi faktual di lapangan, dan tidak hanya terpaku pada data administratif semata.
“Jangan sampai karena aturan teknis yang kaku, anak-anak kehilangan haknya untuk mengenyam pendidikan. Ini adalah masalah masa depan mereka, dan kami akan terus berada di belakang anak-anak nagari untuk memastikan hak tersebut terpenuhi,” pungkasnya, menggaris bawahi urgensi masalah ini bagi masa depan generasi muda Bukittinggi.(Mjy GMU )