Opini

Perlindungan Anak : Tugas Semua Pihak

Kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia kian memperhatikan. Banyak anak yang mendapatkan perlakuan buruk, baik dari orang tua, teman, kerabat, maupun tenaga pendidik seperti guru. Hal ini tentu menjadi perhatian banyak pihak, yang menyayangkan terjadinya hal-hal seperti ini. Berdasarkan data yang dihimpun dari kompas, jumlah anak korban kekerasan pada tahun 2019 sebanyak 12.623 anak, lalu pada tahun 2020 sebanyak 12.389 anak, dan pada tahun 2021 sebanyak 15.280. Terakhir menurut data laporan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), terdapat 21.241 kasus kekerasan terhadap anak pada tahun 2022. Data-data tersebut menunjukkan bahwa tiap tahunnya kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia terus meningkat.

Pada Pasal 2 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 TEntang Kesejahteraan Anak berisi ketentuan bahwa: “Aanak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah lahir. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar.” Namun, dilihat dari praktek di lapangan, undang-undang tersebut belum bisa menjamin kesejahteraan anak-anak.

Kekerasan terhadap anak terus menjadi tantangan bagi pemerintah Indonesia. Masih banyak kasus kekerasan terhadap anak yang tidak terungkap dengan dalih untuk kebaikan anak. Pernikahan dini contohnya. Secara tidak langsung hal tersebut membunuh mental serta mimpi anak yang seharusnya masih belajar dan bermain, tapi harus merasakan hal-hal yang belum pada masanya. Dan yang paling dirugikan dalam kasus ini adalah anak perempuan. Dari segi fisik maupun psikis, anak perempuan dibawah umur belum siap untuk menanggung beban pernikahan.

Selain itu kasus kekerasan di lingkungan sekolah sedang marak terjadi. Hal-hal seperti bullying, kekerasan seksual, maupun kekerasan fisik banyak mengancam kehidupan anak di sekolah. Menurut Jarinagn Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), pada tahun 2022 terdapat 194 kasus kekerasan yang terjadi di sekolah. Kasus-kasus kekerasan yang terjadi sekolah, cenderung ditup-tutupi oleh pihak sekolah dengan dalih agar tidak mencemari nama sekolah. Padahal dampak yang diterima oleh anak korban kekerasan di sekolah cukup besar. Anak tidak hanya menderita secara fisik, tapi juga menerima trauma dari kekerasan yang menimpany, sehingga kadang anak takut untuk kembali ke sekolah. Harusnya pihak sekolah lebih memeperhatikan hal tersebut. Karena anak memeliki masa depan yang panjang. Jika sudah dirusak sejak dini, tentu hal tersebut menghambat anak tersebut untuk terus berkembang.

Kekerasan terhadap anak bisa dilakukan oleh siapa saja. Untuk itu penting bagi semua pihak yang ada di sekitar untuk lebih peka akan kodisi dari anak-anak. Pihak-pihak seperti KPAI dan KOMNAS Perlindungan Anak siap mendampingi anak-anak yang menjadi korban kekerasan. Pemerintah juga harus lebih tegas pada pelaku kekerasan terhadap anak, karena jika tidak diberi efek jera, tentu hal tersebut bisa saja terulang kembali dan anak akan terus menderita karena merasa tidak mendapatkan tempat berlindung yang aman. Karena segala bentuk kekerasan dan eksploitasi terhadap anak adalah perbutan tercela dan melanggar hukum.

Semua pihak mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk memberikan perlindangan pada anak. Jangan sampai hal-hal seperti kekerasan terhadap anak membuat anak tidak dapat menikmati pertumbuhannya. Semua pihak harus lebih peka dalam melihat apakah anak baik-baik saja, karena anak lebih cenderung memendam daripada mengungkapkan apa yang dirasakannya. Jangan sampai kasus kekerasan terus menimpa anak-anak di Indonesia. Biarkan anak tumbuh dan berkembang dengan semestinya, karena mereka adalah generasi penerus bangsa ini.

Penulis: Risma Helifa – Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik, Universitas Andalas

perlindungan anak
Risma Helifa